Malam itu sehabis Isya pada hari Jumat
tanggal 01 Juni 2012 kami berdua (Penulis & Fallyanthus) setelah menghadiri
suatu acara di kota Padang. Kami berencana melakukan perjalanan menuju solok
untuk menghadiri acara yang diangkatkan oleh anggota baru dari Koperasi
Mahasiswa Universitas Andalas (kopma unand) pada periode 2012/2013 dalam rangka
merayakan wisudawan/wati anggota aktif yang telah selesai menempuh jenjang
pendidikan S1 di kampus kami dan pelepasan anggota kopma untuk melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) 2012.
Pukul 11 malam kami berangkat menuju
Solok dengan mengendari satu motor yang dikemudikan oleh rekan saya Fallyanthus.
Kami pergi dengan mengendarai sepeda motor Yamaha Jupiter MX merah yaitu milik
saudara Fallyanthus, kendaraan ini senantiasa mengantarkan kami menuju tempat
yang kami tuju.
Perjalanan malam itu terjebak oleh macet
di jalan Sitinjau Laut yang merupakan pendakian ektrem menuju Solok. Rute
perjalanan ini yaitu melintasi bukit barisan yang tinggi. Perjalanan dimacetkan
oleh sebuah truck pengangkut semen berhenti ditikungan tajam yang ada pada
panorama pertama di Sitinjau Laut.
Panorama merupakan tempat untuk
melihat lukisan alam yang tergambar berupa pemandangan yang menyejukan mata. Di
Sitinjau Laut ini memiliki 2 tempat untuk melihat panorama tersebut yaitu
panorama 1 merupakan panorama yang paling dekat dari laut dan berada tepat pada
tikungan pendakian tajam pertama, disini sering kendaraan menguras kemampuannya
untuk mendaki dan panorama kedua terletak pada pendakian panjang yang memaksa
kendaraan untuk memaksimalkan potensi yang ada. Pada panorama dua sering
terjadi kecelakaan lalulintas karena ketidakmampuan kendaraan menaklukan
pendakian yang panjang yang sedikit bergelombang.
Perjalanan terus kami lanjutkan
ditengah kendaraan yang mengular di Sitinjau Laut sampai beberapa kilometer.
Selain dipicu oleh kendaraan yang melintang ditikungan, kemacetan juga diakibatkan
perbaikan jalan yang belum selesai, namun yang sangat berperan dalam kemacetan
ini adalah pengemudi yang tidak sabaran dan tidak disiplin dalam mengemudi
sehingga tejadi kemacetan, kemacetan ini tidak juga didukung oleh peran
Polantas yang seharusnya menjadi kewajibannya untuk melayani masyarakat dengan jargonnya
“kami siap melayani anda”.
Perjalanan terus kami lanjutan hingga
akhirnya kami sampai perbatasan Kabupaten Solok dengan kota Padang yaitu di Lubuk
Selasih. Kami menghubungi rekan kami yang telah lebih dulu sampai dilokasi, hal
ini dikarenakan info lokasi acara kami tidak mengetahuinya. sehingga mereka menjemput
kami dilokasi yang telah mereka tentukan yaitu di Sari Manggis. Kami sampai
dilokasi sekitar pukul 1 dinihari pada tanggal 2 juni 2012.
Rumah Sdri Ika - Talang
Kami
menikmati suasana yang sangat sejuk di lokasi acara dikarenakan lokasinya tepat
berada di kaki Gunung Talang. Gunung Talang Merupakan salah satu gunung berapi
yang masih aktif di Sumatera Barat dengan ketinggian 2.597 m dpl. Gunung
Talang ini terakhir erupsi
cukup besar pada tanggal 11 April tahun 2005 dan masih sering menimbulkan gempa vulkanik namun dengan skala
yang kecil serta terakhir meletus pada tahun 2007. Gunung Talang terletak di kabupaten Solok dan merupakan tujuan
pendakian bagi pecinta gunung untuk melihat keindahan 3 danau yaitu Danau
Singkarak dan Danau Kembar (Danau di atas dan danau di bawah). Pendakian
diperlukan waktu lebih kurang 3 jam pendakian dari kaki gunung.
Background G. Talang
Sesampainya dilokasi kami disuguhi
oleh secangkir capucinno hangat. Kamipun bersilaturahim dengan tuan rumah
tempat kami mengadakan acara yaitu keluarga besar Ika. Ika merupakan anggota
aktif kopma yang baru, ia menetukan pilihannya untuk menjadi seorang aktivis
organisasi. Ika merupakan mahasiswa Jurusan Matematika Fakultas MIPA angkatan
tahun 2010. Dia merupakan sesosok orang yang ceria dan baik hati sehingga
banyak teman yang menyukainya.
Cerita hangatpun tercipta antara kami
dengan keluarga Ika. Kami bercerita tentang kultur daerah dan mengekplore dari
apa yang bisa kami ekplore. Kami banyak sharing
tentang pengalaman-pengalaman beliau tentang usahatani yang menjadi mata
pencaharian mereka sembari kami menikmati hidangan makan malam yang nikmat.
Di Depan Irigasi G. Talang
Keluarga besar Ika sangat senang
dengan kehadiran kami, karena selain mendapatkan keluarga baru beliau juga
senang karena dengan hal ini menjadi motivasi bagi Ika untuk menambah
pengalaman dan teman. Beliau juga bertanya banyak tentang organiasasi dan
substansinya. Kamipun banyak bercerita tentang organisasi dan apa saja yang
menjadi kelebihan dalam organisasi ini. penjelasan kami tentang organisasi
menjadikan beliau bangga dengan Ika yang masuk menjadi anggota organisasi.
Selesai menyantap makanan yang telah
terhidang kamipun melanjutkan cerita yang hangat-hangat. Akhirya kami tanpa
menyadari bahwa waktu telah menunjukan pukul 02.30 pagi, kamipun menyarankan
kepada beliau berdua untuk beristirahat, karena dari raut wajah mereka
terpancar rasa letih yang telah mengganggu mereka. Akhirnya kamipun bergabung
dengan rekan-rekan yang sedang asyik bercengkrama dalam berdinamika organisasi.
Masjid Darul Hikmah - Talang
Ketika jam menunjukkan sekitar jam 3
pagi kamipun beranjak untuk istirahat karena ada agenda yang akan kami lakukan
pagi besuk. Sayapun tidur di dalam bus sampai kumandang shubuh memanggil kami
untuk berjumpa kepada sang pencipta kami. Semua rekan-rekanpun bangun dan
mendirikan ibadah shalat subuh secara berjamaah di Masjid terdekat yaitu Masjid
Darul Hikmah Koto Gadang Talang Solok.
Setelah selesai mendirikan shalat
subuh berjamaah kami semua melakukan aktifitas masing-masing di pagi hari diantaranya
persiapan sarapan, mandi, dan adapula yang istirahat kembali. Sayapun bercerita
pagi bersama Buya (sebutan supir bus kami) tentang perjalanan yang akan
ditempuh nanti siang dan saling bertukar fikiran tentang banyak hal.
Pembicaraan kami disuguhi dengan dua cangkir capucinno yang di buatkan oleh
salah seorang rekan kami yaitu Saudari Mulat Pangesti. Kamipun bercerita banyak
hal sehingga tanpa sadar haripun telah menunjukkan keindahaannya dengan view
matahari terbit menyinari puncak Gunung Talang yang indah di pagi itu.
Pagi itu kamipun disuguhi sarapan nasi
soto yang hangat. Suasana dingin dibarengi oleh sarapan semangkuk soto membuat
suasana hangat, kamipun bercengkrama sembari bersenda gurau dan makan semangkuk
soto.
Masjid Tuo Kayu Jao - Solok
Selesai makan dan menenangkan diri
kamipun merencanakan agenda yang akan dilakukan sebelum ke kota Padang. Mereka
merencanakan akan menuju Pemandian Air Hangat, Kebun Teh dan Sari Manggis
(tempat Outbound). Namun kami berdua
tidak dapat ikut bersama rombongan dikarenakan saudara Fallyanthus ada
keperluan untuk mengambil data di tempat penelitiannya yaitu di Kebun Teh PTP
VI Unit Danau Kembar di Kayu Jao – Solok. Kamipun berlanjut dan pisah bersama
rombongan untuk izin lebih dulu menuju lokasi penelitian. Kami lalu mohon izin
kepada tuan rumah dan rombongan.
Fallyanthus
Sejurus kemudian kami menuju tempat
penelitian saudara Fallyanthus dan sampai ditempat penelitian sekitar jam 10.20
WIB. Kami langsung menuju kantor tempat pengolahan teh di lokasi tersebut.
Beliau mengurus semua kebutuhan yang menjadi kebutuhan guna menyelesaikan
penelitiannya.
Sekitar pukul 12.00 siang saudara
Fallyanthus telah selesai mengurus semua keperluannya. Kamipun menuju masjid
tertua untuk melaksanakan Shalat dhuhur karena sebentar lagi waktu shalat akan
masuk. Beliau mengatakan Masjid Tuo Kayu Jao merupakan masjid tertua yang
didirikan di Sumatera Barat dan menjadi cagar budaya oleh pemerintah dan
masyarakat di Kabupaten Solok.
Mimbar Masjid Tuo Kayu Jao
Masjid
Tuo Kayu Jao merupakan masjid yang terletak di lembah yang asri di atasnya dikelilingi
oleh tebing yang tinggi dan curam. Di atasnya adalah ladang masyarakat yaitu
tanaman hortikultura dan kebun teh. Masjid ini memiliki suhu yang dingin sejuk
dan dilewati oleh aliran air sungai yang kecil. Bangunan Masjid Tuo Kayu Jao memiliki
kekhasan yaitu dua memiliki perpaduan budaya yang berbeda yaitu budaya Tionghoa
dan Minang, dimana terlihat kubahnya menyerupai pagoda (tempat Ibadah Tionghoa)
dan bagian mimbarnya berbentuk gonjong (atap rumah adat minang kabau). Hal ini menjadi
ciri khas dari Masjid Tuo Kayu Jao.
Di dalam masjid dibangun oleh 9 pilar
yang kokoh yang terbuat dari kayu. Namun satu pilar yaitu pilar tengah telah
direnovasi dan dibangun dengan semen namun tidak merubah dari bentuk aslinya
sehingga tidak mengurangi ciri khasnya. Di dalamnya terdapat satu mimbar yang
telah tua yaitu memiliki tiga jenjang yang terbuat dari kayu, permadaninya
bercorak warna merah. Suasana di dalam
masjid terasa sejuk dan nyaman serta suara gemericik air yang syahdu, hal ini
menjadi alat untuk membuat kita khusuk beribadah dan bermunajah kepada Allah
SWT.
Penulis Depan Masjid Tuo Kayu Jao
Masjid Tuo Kayu Jao memiliki atap
terbuat dari daun rumbia dan memiliki 3 tingkatan. Di atas kubahnya terdapat
bangunan berupa bulan sabit dan bintang dan terdiri satu gonjong dibagian depannya. Masjid ini juga
memiliki satu tempat bedug yang terdiri dua gonjong. Bedug merupakan alat yang
digunakan sebagai tanda telah masuknya waktu shalat dan dibunyikan sebelum
adzan berkumandang dengan cara ditabuh. Masjid Tuo Kayu Jao juga memiliki ciri
khas yaitu warnanya yang alami yaitu hitam sedikit pekat.
Setelah selesai kami menikmati salah
satu cagar budaya ini dan melaksanakan shalat dhuhur. Kamipun melaksanakan
perjalanan pulang ke Padang karena besuk pagi kami ada agenda yang tidak bisa
ditinggalkan di kota Padang. Kamipun pulang dan sampai di padang pukul 02.30
siang. Kamipun istirahat di rumah kami masing-masing.
Demikianlah perjalanan kami semoga
bisa menjadi inspirasi perjalanan teman-teman.
Pada hari itu tepatnya pada tanggal 9 Desember 2011 bertepatan pada tanggal 14 Muharam 1433 H, kami merencanakan untuk mengadakan pendakian pada Gunung Singgalang yang terletak di Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat Indonesia. Ini merupakan pendakian saya yang kedua setelah mendaki Gunung Merapi. Kami merencanakan pendakian bertiga orang (Timbul Mujiono, Fallyanthus & Ferry Hardi.Red), namun terjadi perubahan rencana dan kami melakukan pendakian berdua saja yaitu Fallyanthus dan Saya.
Persiapan pendakian dilakukan semalam sebelum melaksanakan pendakian, kami mempersiapkan perlengkpan dan logistic beberapa saat sebelum berangkat dari daerah yang akan kami tuju, perjalanan yang kami tempuh menuju nagari koto baru dari padang lebih kurang 3 jam perjalanan. Kami menuju koto baru dari kota padang pada pukul 01.00 dini hari mengendari sepeda motor Yamaha MX warna hitam-merah milik rekan saya Fallyanthus. Kami mempersiapkan Perlengkapan dan Logistik jam 09.00 malam pada tanggal 9 Desember 2011.
Tepian Telaga Dewi Gunung Singgalang
Perjalanan akan kami mulai namun persiapan masih ada yang kurang dan cukup urgen untuk pendakian yaitu tenda dome, dan belum kami dapatkan, namun karena kebaikan salah satu rekan kami Armis Bastian maka dia bersedia meminjamkan tendanya untuk pendakian gunung singgalang dengan berat hati, dikarenakan takut terjadi musibah pada diri saya. Namun saya yakinkan InsyaAllah tidak ada halangan karena niat saya lurus.
Setelah persiapan kami sediakan dan persiapkan, maka kami mulai berangkat menuju koto baru. Namun ketika kita akan berangkat camera digital rekan saya belum dikembalikan oleh juniornya, akhirnya kita jemput di pasar baru – kota padang. Dan kira-kira pukul 01,00 dini hari kita menuju ke koto baru kabupaten tanah datar.
Perjalanan kami mulai dengan driver Fallyanthus dan saya menggonceng di belakang. Hal ini dikarenakan body dia lebih besar dibandingkan dengan saya. Kami dalam perjalanan asyik cerita dan menyanyikan lagu-lagu nostalgia dari Iwan Fals untuk menghilangkan kantuk yang menyerang kami di atas kuda besi Yamaha MX yang melaju dengan kecepatan standar. Meskipun terkadang kami terkantuk dan terlelap sesaat dimana cuaca saat itu mendukung dan tidak hujan. Akhirnya kami sampai di masjid koto baru sekitar pukul 04.30 dinihari ketika suara orang membaca Al-Quran menggema di masjid yang menandakan waktu subuh akan tiba, kita memutuskan untuk mendaki siang hari sekitar pukul 09.00 pagi kita berangkat, dengan alasan kita berdua belum pernah mendaki ke singgalang. Akhirnya kita berdua beristirahat sembari menunggu waktu shalat subuh tiba, dan sayapun tidur sejenak di samping masjid tersebut.
Sayapun tersentak, ketika suasana sudah agak siang, dan ternyata orang telah selesai melaksanakan shalat subuh berjamaah dan akhirnya saya shalat sendiri karena teman saya terlupa menjagakan saya untuk shalat berjamaah dan diapun sudah terlelap tidur di dalam masjid setelah selesai shalat.
Selesai shalat saya berdoa sejenak agar pendakian kita diberikan kelancaran dan tidak ada halangan yang berarti. Sejurus kemudian ibu-ibu jamaah sedang asyik bercerita dan menanyakan kepada saya,
“Ndak, Pai kama nak??”, kata ibu-ibu itu
Rancana Ka pai mandaki singgalang mak.! Saya.
Samo sia se paiNyo? Lai berombongan nak?!, Ibu-ibu
Lai indak mak, wak baduo se samo kawan wak yang sadang lalok ko,, beko agak siang seketek wak painyo..
Percakapan kami berlangsung lamak, ibu-ibu itu banyak menyarankan untuk menunda pendakian singgalang dengan berbagai alasan yang memperhatikan keselamatan kami berdua di dukung kembali kami belum pernah melakukan pendakian singgalang. Mereka berpendapat bahwa singgalang lebih mengerikan (angker) dibandingkan dengan merapi meskipun gunungnya tidaklah aktif, dikarenakan telah banyak orang yang hilang yang melakukan pendakian singgalang dan serta jikalau tersesat maka kemungkinan kecil untuk dapat ditemukan kembali. Mereka menyarankan kami untuk tidak pergi mendaki dan menunda untuk lain waktu, pada musim pendakian.
Percakapan itu membuat opini sendiri dalam pikiran saya sehingga menimbulkan penasaran dan tetap meluruskan niat saya untuk mendaki. Rekan sayapun terbangun, kemudian kita bercerita dan kita menetapkan untuk melakukan pendakian dengan semangat dan niat yang lurus.
Sebelum melakukan pendakian kita memutuskan untuk memasak nasi di bawah untuk makan di jalan dan sarapan secangkir energen + susu untuk persiapan energy mendaki ke singgalang. Sedangkan fallyanthus dia pergi mencari persiapan sambal untuk teman makan dan tali sebagai tanda untuk mengadakan pendakian, akhirnya minuman untuk sarapan telah siap dihidangkan kita sarapan dan siap melaksanakan pendakian.
Hutan basah singgalang
Pendakian kita mulai berangkat pada pukul 09.30 pagi, suasana pagi itu mendukung karena tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Kamipun melapor ke posko pendakian dan menanyakan medan pendakian dan ada tidaknya rekan-rekan lain yang melakukan pendakian ke singgalang serta kami bertukar no Handphone seandainya terjadi sesuatu hal. Merekapun berkata bahwa medannya tidak terlalu semak lagi dan ada dua orang dari padang yang sedang melakukan pendakian dan baru saja berangkat, kitapun dikenakan biaya pendakian Rp 4,000.-/Orang. Akhirnya Kami sampai di kaki gunung sekitar jam 10.00 pagi, akhirnya kita menitipkan kuda besi kita di rumah penduduk sekitar yang berladang tebu di sekitar kaki gunung tersebut.
Cadas Singgalang
Kita melakukan pendakian sekitar Pukul 10.30 pagi, dimana saya membawa tas bodypack dan Fallayanthus membawa Kerrel. Kita melakukan pendakian sembari mengisi dengan cerita-cerita kecil dan menyanyikan lagu-lagu nostalgia dari bang Iwan. Setelah sekitar 30 menit perjalanan kita memutuskan istirahat dan makan pagi terlebih dahulu. Kita makan dengan dedak rendang yang dibeli oleh saudara fallyanthus. Kita sembari makan dan membicarakan tentang kenikmatan rendang dan cerita ketika dia sekolah dulu tentang masakan-masakan.
Selesai kita makan, kita santai terlebih dahulu kemudian melanjutkan perjalanan menuju puncak. Perjalanan kita laksanakan dengan penuh semangat sembari menyanyikan lagu-lagu dari bang Iwan. Perjlanan kita lalui melewati ladang-ladang petani sekitar dan melewati stasiun pemancar TVRI sumatera barat serta tower-tower telekomunikasi yang menjulang dengan gagahnya.
Cadas Singgalang Background merapi
Perjalanan terus dilaksanakan dengan santai, beberapa saat kemudian kita berhenti dan saling bergantian membawa kerrel dan istirahat sembari minum dan saling memberikan semangat. Sesampainya kepada mata air pertama teman kita menghubungi yaitu Ferry Hardi dan Rendra Azwar dengan memberikan semangat dan jangan lupa kasih kabar jikalau sudah sampai puncak.
Di tengah-tengah perjalanan setelah beberapa saat melalui mata air pertama kita berjumpa dengan dua orang pendaki dari padang yaitu dari Universitas Negeri Padang (UNP) dan Universitas Putra Indonesia (UPI). Kami mengira mereka telah jauh mendaki ke atas ternyata mereka mencuci celana mereka di mata air pertama karena terduduk di kotoran burung. Sehingga mereka memutuskan untuk mencucinya dan beristirahat sejenak di mata air tersebut.
Cadas Singgalang
Perkenalan itu membuat kami memtuskan untuk mendaki bersama dikarenakan mereka telah berpengalaman dan mengetahui medan pendakian. Perjalanan kami lebih santai dibandingkan dengan mereka. Kita mendaki mengikuti jalur kabel telpon yang ada sehingga memungkinkan kita akan aman sampai puncak.
Tenda Tim Kami (David & Mujiono)
Perjalanan terus kami lakukan dan sampailah pada mata air kedua kita istirahat sejenak sembari mengambil air minum untuk perbekalan menuju puncak. Setelah istirahat kita melanjutkan pendakian dan tak lama lag kita sampai mata angin yang menunjukkan bahwa kita telah mendekati cadas dan menjelang puncak. Kita sampai mata angin kira-kira pukul 03.00 siang. Kita beristirahat sejenak sembari buat minum dikarenakan kabut saat itu tiba-tiba menebal sehingga jalan tidak tampak dan suasana gunung telah terasa. Ketika kita siap istirahat dan akan berangkat kita berjumpa dengan para pemburu yang mencari buruannya dengan membawa senapan masing-masing. Mereka berjumlah enam orang dengan perlengkapan berburu, ketika kami Tanya mereka berasal dari Riau, katanya.
Perjalanan kami lanjutkan dan kita harapkan sampai cadas sekitar jam 05.00 sore dengan harapan dapat melaksanakan shalat ashar yang di jamak dengan shalat dhuhur. Perjalanan terus kita laksanakan dan akhirnya sampai di cadas singgalang sekitar jam 05.30 sore hari. Kami langsung bergegas melaksanakan shalat.
Cadas Singgalang
Perjalanan kita lanjutkan, karena hari telah larut dan takut terlalu malam melintas hutan lumut, dikarenakan medannya berlumpur sehingga takut terjebak dalam lumpur. Sehingga kita memutuskan untuk melakukan perjalanan dan berfhoto-fhoto secukupnya di tempat-tempat yang terlihat indah dan tempat-tempat yang di kenang, diantaranya prasasti yang di buat oleh sispala Galapagos yaitu mengenang hilangnya rekannya yang mengadakan pendakian pada tahun 1987. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan karena takut kemalaman.
Sesampainya di hutan lumut kita sekitar jam 06.20 sore dan telah cukup gelap. Tapi dalam pikiranku malam hari ini akan terlihat siang karea bertepatan dengan tanggal 15 Muharam 1433 H yang mana setiap tanggal 15 pada penanggalan Islam maka akan tercipta bulan sempurna atau orang menyebutnya bulan purnama. Sehingga aku berharap malam ini seperti harapanku.
Telaga Dewi di Pagi Hari, 11 Des 2012
Akhirnya kita sampai telaga dewi yang menjadi tujuan setiap pendaki yang menuju ke singgalang, dimana saat itu menunjukan sekitar pukul 07.00 malam. Kami memutuskan mencari tempat berkemah, kita mencari tempat di sebalik telaga yaitu tempat upacara pembukaan ekspedisi yang dilakukan oleh tim ekspidisi singgalang ketika peringatan hut bhayangkara. Namun kita tidak menemukan jalan menuju ke sana karena terlalu gelap.
Telaga Dewi
Kita memutuskan mendirikan tenda di tepi telaga yang awal kita sampai dan sepakat untuk menghadap telaga tenda ke arah telaga. Akhirnya tenda kami telah berdiri dan sebagian mencoba membuat api unggun namun tidak dapat hidup. Akhirnya kita makan malam bersama yaitu lebih nasi yang telah kami masak di bawah tadi dengan lauk bumbu rendang. Makan kita cukup lahap, kemudian siap makan kita kembali ke camp masing-masing. Dan saudara fallyanthus dan saya melaksanakan shalat isya dan magrib.
Fallyanthus & Timbul Mujiono
Menjelang tidur kita minum penghangat tubuh yaitu minuman jahe yang kami bawa dari Padang. Sehingga saat itu badan terasa hangat dan kita menuju pembaringan masing-masing. Kami tidak kuasa keluar tenda malam itu, karena suasana cukup dingin dan sunyi yang menggambarkan ketenangan jiwa di dalam hati, saat seperti ini yang membuat saya merindukan untuk mendaki jikalau pikiran lagi penat, dimana suasannya menggambarkan kenyaman dan kedamaian hidup.
Hutan Lumut
Malampun semakin larut, dan sesuai dengan perkiraan saya. Malam hari ini bagaikan siang karena malam ini malam bulan purnama. Itulah indahnya penanggalan dalam islam sehingga kita dapat melihat gejala-gejala alam dengan prediksi sesuai penanggalan islam. Dibandingkan dengan penanggalan masehi yang pergantian waktunya tidak ada bedanya sedangkan islam jelas. Namun semua orang telah tercuci otaknya dan terlena dengan pemikiran-pemikiran modern tanpa melihat dan berfikir secara rasional.
Kitapun tidur diiringi dengan suasana yang khas dari gunung yang menggambarkan kesejukan hati. Sungguh indah malam itu, di atas puncak, di tepi telaga ditemani oleh cahaya bulan yang sempurna dan udara yang sejuk menusuk tulang. Dimana keindahannya membuat orang selalu merindukan untuk menikmatinya.
Semua kita istirahat dan memutuskan untuk turun gunung besuk pagi sekitar pukul 10.00. Dengan harapan besuk tidak kemalaman sampai di kota padang.
Hutan Lumut
Bangun pagi hari itu terasa indah, dan kami mengabadikan kenangan-kenangan-kenangan tersebut dengan berphoto-photo di tepi telaga dewi dan menikmati keindahan yang maha kuasa ciptakan. Sungguh sempurna suasana saat itu.
Setelah asyik berphoto-photo ria kita memasak nasi untuk sarapan sebagai sumber tenaga untuk menuruni gunung singgalang. Sekitar pukul 10.00 kita mulai mengemasi barang-barang kami dan akhirnya jam 11.00 siang kita mulai menuruni gunung. Sebelum berangkat kita menyempatkan diri berphoto bersama.
Tim Singgalang, 10-11 Des 2011
Perjalanan menuruni gunung singgalangpun kita mulai sembari berdoa bersama semoga kita selamat sampai tujuan. Kitapun bergegas menuruni gunung dengan meninggalkan keindahan telaga dewi. Perjalananpun kita bersama-sama sampai di cadas. Akhirnya setelah beberapa lama dari cadas kita berdua berjalan lumayan lambat dan banyak berhenti. Karena kita sembari menikmati keindahaan gunung singgalang. sehingga mereka duluan kebawah, tinggal kami berdua menuruni gunung diiringi dengan lagu Bang Iwan yang selalu setia menemani kita. Mulai berangkat hingga pulang dia setia menami perjalanan kami.
Perjalanan kami Sampai di titik awal pendakian pukul 02.00 siang. Sesampainya disana kami bertemu rekan sependakian kita tadi dan banyak rekan-rekan lain yang melakukan pendakian dan hanya sekedar berlibur akhir pekan saja. Sesampainya di stasiun TVRI sumatera barat, rekan kami meminta air minum yang kami ambil dari mata air kedua, namun karena kecerobohan kita yaitu penutupnya tidak terlalu rapat sehingga ketika diambil akhirnya air yang kita bawa tertumpah dan tak bersisa. Sejurus kemudian rekan saya Fallyanthus dating dan dengan nafas yang terengah-engah meminta air minum, namun airnya telah habis. Akhirnya kita memutuskan untuk terus berjalan mencari sumber air karena kami terasa sangat dahaga saat itu.
Timbul Mujiono
Perjalanan terus kita lanjutkan untuk menuju tempat kami menitipkan kuda besi kami sembari mencari air yang bisa kita minum. Namun sepanjang perjalanan tidak ada sumber air yang kami jumpai, kita memutuskan mencari alternative apa saja yang bisa kita makan untuk pengganjal dahaga sementara, akhirnya kita melihat batang terung pirus dan sebagian telah masak dan kita memintanya kepada petani tersebut dan kami bersyukur karena sedikit terobati kedahagaan kami.
Perjalanan terus kita lanjutkan sembari melihat-lihat petani tebu yang ada, dengan niat ingin meminta sebatang tebu sebagai pengobat dahaga, namun sepanjang perjalanan hanya ada ladang tebu dan tidak terlihat petaninya. Namun beberapa saat kemudian kita mencium aroma bau orang memasak air tebu sebagai bahan pembuat gula tebu, karena di daerah tersebut petaninya adalah pembuat gula tebu yang dipasarkan di pasar bukittinggi dan sekitarnya. Kita bermaksud ingin melihat cara pembuatan sembari meminta tebu sebagai penghilang dahaga. Setelah kita cukup lama bercerita akhirnya kita meminta tabu, namun kata ibu itu, ambil saja air perasan tebu yang telah diperas. Akhirnya kami minum lebih dari 3 gelas per orang karena kami sangat haus. Akhirnya kami mengucapkan terimaksih sembari berpamitan pulang.
Kami melanjutkan perjalanan menuju rumah warga tempat kami menitipkan kuda besi kami. Sampai disana sekitar jam 3 sore. Sesampainya di warung tersebut kami langsung memesan minuman dingin meski cuaca saat itu mendung. Dan kami mohon ijin untuk shalat saat itu. Setelah selesai shalat dan cerita panjang lebar akhirnya kami meutuskan pulang ke padang meskipun saat itu hujan.
Perjalanan menuju Kota Padang driver pertama adalah saudara Fallyanthus. Namun sampai pertengahan perjalanan, sekitar padang pariaman tangan beliau kram akhirnya saya menggantikannya. Suasana saat itu hujan cukup lebat, akhirnya kami Sampai di padang pada hari minggu tanggal 11 Desember 2011, 16 Muharam 1433 H sekitar pukul 07.00 Malam.
Akhirnya kami akhiri petualangan ini dengan selamat dan penuh kepuasan dalam hati…..
DAFTAR CHECKLIST PERLENGKAPAN KEGIATAN MENDAKI GUNUNG A. Perlengkapan Utama
1. Sepatu dan kaus kaki.
2. Ransel (frame pack, ukuran besar, 30 – 60 liter).
3. One day pack (ransel/tas kecil untuk mobilitas jarak pendek).
4. Senter dan batere dan bolam ekstra.
5. Ponco atau raincoat.
6. Matras.
7. Sleeping bag (atau sarung kalau tidak punya).
8. Topi rimba.
9. Tempat minum atau veples.
10. Korek api dalam wadah waterproof (tempat film) dan lilin.
11. Obat-obatan pribadi (P3K set).
12. Pisau saku.
13. Kompor untuk masak (kompor parafin dan parafin atau kompor tahu dan minyak tanah atau kompor gas dan tabung elpiji).
14. Nesting dan sendok dan cangkir.
15. Peluit (bagus: peluit SOS atau whistle).
16. Survival Kit). 17. Peta dan kompas. 18. Altimeter (kalau punya). 19. Tenda (bisa diganti ponco atau lembaran kain parasut untuk dijadikan bivak). 20. Parang tebas dan batu asah. 21. Tissue gulung (untuk membersihkan perangkat makan-minum bila tidak ada air, dan alat bersih diri habis buang air besar). 22. Sandal jepit. 23. Gaiter (untuk pendakian di daerah yang banyak pasirnya). 24. Kaus tangan. 25. Personal higiene: sikat gigi, odol, sabun mandi, shampo (untuk membersihkan diri saat di desa terakhir, atau saat dalam perjalanan bertemu dengan sungai yang bisa untuk bersih-bersih diri). 26. Tali plastik (sekitar 10 meter, untuk membuat bivak atau tenda) dan tali rafia.
B. Pakaian
1. Pakaian dalam. 2. Celana pendek. 3. Celana panjang. 4. Kaos/t-shirt. 5. Sweater atau parka. 6. Jaket (tahan air). 7. Sarung. 8. Kerpus atau balaclava. 9. Scarf atau slayer. 10. Hem lengan panjang. 11. Pakaian ganti: kaus kaki, kaos, sweater, pakaian dalam. 12. Kaus tangan. 13. Jas hujan (raincoat atau ponco).
C. First Aid Kit
1. Betadine. 2. Kapas. 3. Kain kassa. 4. Perban. 5. Rivanol. 6. Alkohol 70%. 7. Obat alergi: CTM. 8. Obat maag. 9. Tensoplast (agak banyak, mis: 4 pack, terutama untuk preventif ‘blister’ yang dikenakan sebelum perjalanan dilakukan). 10. Parasetamol. 11. Antalgin. 12. Obat sakit perut (diare): Norit, Diatab 13. Obat keracunan: Norit. 14. Sunburn preventif: Nivea atau Sunblock 15. Oralit (agak banyak, untuk mengganti cairan tubuh yang hilang; kalau tidak ada bisa diganti larutan gula-garam).
D. Survival Kit
1. Kaca cermin. 2. Peniti. 3. Jarum jahit. 4. Benang nilon. 5. Mata pancing dan senar pancing. 6. Silet atau cutter. 7. Korek api dalam wadah water proof dan lilin.
E. Lain-Lain
1. KTP atau Kartu Pelajar 2. Uang 3. Buku catatan perjalanan (jurnal, diary) dan bolpen. 4. Kamera dan film (sekarang: kamera digital dan batere cadangan). 5. Radio kecil dan batere cadangan. 6. Alat komunikasi (HT, sekarang: HP).